Membangun Startup dan Menjadi Pemimpin: Antara Luka, Harapan, dan Penyesalan
Saya pernah menulis artikel tentang leadership, tentang bagaimana menjadi pemimpin dalam kehidupan yang sering kali tidak mulus. Tapi sesungguhnya, kepemimpinan bukan sekadar soal strategi atau visi. Ini soal hati, soal bertahan, dan kadang juga tentang kehilangan.
Dalam perjalananku memimpin tim, saya pernah kehilangan cukup banyak orang. Kalau boleh jujur, saya bukanlah orang yang merasa hidupnya penuh keberuntungan. Dalam satu fase hidup ini, saya belum menemukan akhir cerita yang bahagia dengan orang-orang yang saya cintai atau harapkan tetap ada. Saya tahu, itu bagian dari hidup, tapi tetap saja, rasanya kosong.
Kehidupan yang keras kadang membuat saya emosional. Di saat-saat seperti itu, saya hanya ingin dipeluk. Saya butuh seseorang yang mengerti tanpa harus saya menjelaskan. Tapi semakin lama saya hidup, semakin saya sadar bahwa menjadi dewasa adalah menerima bahwa tidak semua keinginan bisa dipenuhi. Saya belajar untuk diam, untuk menjadi tenang, walau dalam hati penuh gejolak.
Satu hal yang masih menjadi penyesalan adalah cara saya berkomunikasi dengan Jihan Fahira, salah satu anggota tim startup saya. Ia orang baik, dan saya tahu dia sudah berusaha bertahan. Tapi komunikasi kami sering membuat saya lelah. Sering kali, saya merasa kesal karena pekerjaan yang saya delegasikan tidak selesai tepat waktu atau tidak sesuai ekspektasi. Saya akhirnya harus mengambil alih banyak hal, dan itu menumpuk di pundak saya.
Saya sadar, mungkin saya tidak cukup memahami posisinya. Saya juga keras kepala, sama sepertinya. Mungkin itu sebabnya kami sulit untuk menyatu. Namun, penyesalan terbesar saya adalah tidak bisa mengakhirinya dengan baik. Saya sempat mengatakan kalimat yang pedas, seperti "Ada atau tidak adanya kalian, rasanya tidak ada bedanya." Kalimat itu terucap karena saya berada dalam fase yang sangat emosional. Tapi tetap saja, itu tidak bisa dibenarkan.
Leadership, terutama di fase awal membangun startup, memang berat. Tekanan tinggi, sumber daya terbatas, dan keinginan untuk cepat maju membuat kita mudah frustrasi. Saya belajar bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal memberi arahan, tapi juga menyeimbangkan emosi, memahami ritme tiap orang, dan mengelola ekspektasi, termasuk ekspektasi terhadap diri sendiri.
Saya juga punya pengalaman serupa dengan Ariq, CBO kami. Keduanya—Jihan dan Ariq—sebenarnya tidak jauh berbeda. Ada sisi dalam diri mereka yang membuat komunikasi terasa berat, tapi juga ada ketulusan yang tak bisa saya abaikan. Mereka punya kapasitas, hanya mungkin saat bersama saya, ruang itu belum cukup terbuka untuk tumbuh.
Saya tetap menghargai dedikasi mereka. ANGPHOT dibangun oleh banyak tangan, dan keberhasilan apa pun yang terjadi tidak lepas dari peran orang-orang yang pernah ikut membangunnya. Hanya saja, mungkin memang sudah saatnya melepaskan. Saya berharap mereka bisa tumbuh lebih baik di tempat yang benar-benar bisa melihat potensi mereka.
Ada satu konten dari Founders+ yang saya ingat: membangun startup itu seperti menikah dengan tim kita. Dan saya rasa itu benar. Komitmennya dalam, dan luka saat berpisah pun sama sakitnya. Tapi saya juga belajar, bahwa tak semua luka perlu menjadi dendam. Beberapa luka hanya perlu diterima sebagai bagian dari perjalanan.
Bagi siapa pun yang ingin membangun startup, mungkin cukup dua hingga tiga orang inti: Hustler, Hacker, dan Hipster. Pastikan masing-masing tahu peran, tahu kapan harus maju, dan kapan harus saling menopang. Jangan mudah merasa tidak dihargai. Jangan cepat merasa tidak berguna. Semua punya waktu dan jalannya masing-masing.
Saya pun masih belajar. Saya bukan pemimpin yang sempurna. Saya tahu masih banyak kesalahan yang saya buat, termasuk cara menyampaikan evaluasi. Namun, saya percaya—dengan hati yang murni, penuh keikhlasan—kita akan menemukan jalan terbaik untuk terus bertumbuh.
Terima kasih untuk mereka yang pernah berjalan bersama. Semoga kita bertemu kembali di tempat yang lebih baik, dalam kondisi yang lebih siap, dan hati yang lebih lapang.
Apakah kamu ingin curhat online gratis via WhatsApp? Yuk, sampaikan cerita yang tidak bisa lagi kamu pendam! Kami menyediakan ruang #curhatonlinegratis untuk setiap masalah yang kamu alami. Yuk, kunjungi ruang curhat online.